Berita  

SPS Awards 2025: Merayakan Kreativitas Media di Tengah Disrupsi Digital

Acehreportase.id|Jakarta — Suasana Hall Dewan Pers di Kebon Sirih, Jakarta, Jumat malam, 23 Mei 2025 tidak seperti biasanya. Gedung yang selama ini menjadi simbol kebebasan dan tanggung jawab pers di Indonesia disulap menjadi arena penghargaan penuh semangat. Lampu sorot, layar LED besar, dan barisan kursi yang rapi menyambut kehadiran ratusan insan pers dari seluruh penjuru tanah air. Malam itu, Serikat Perusahaan Pers (SPS) kembali menggelar ajang tahunan bergengsi: SPS Awards 2025.

Dengan tema besar “Pers Indonesia, Pilar Informasi Terpercaya”, SPS Awards 2025 menjadi panggung apresiasi bagi media-media yang masih teguh menjaga kualitas di tengah gempuran perubahan zaman. Dunia pers sedang tidak baik-baik saja. Disrupsi digital, ledakan media sosial, dan algoritma yang berubah-ubah membuat banyak media konvensional limbung, kehilangan arah, bahkan kehilangan pembaca. Namun di tengah pusaran itu, selalu ada mereka yang tetap berkarya: menulis, meliput, mendesain, dan menyajikan informasi dengan standar jurnalistik yang tinggi.

Lima Kategori, Satu Semangat

Ajang SPS Awards bukanlah sekadar seremoni. Ia merupakan bentuk nyata penghargaan terhadap upaya luar biasa para pekerja media. SPS membagi penghargaan dalam lima kategori utama:

1. Indonesia Print Media Awards (IPMA)

Mengapresiasi media cetak dengan desain dan penyajian terbaik.

2. Indonesia Digital Media Awards (IDMA)

Menghargai inovasi media daring dalam menghadirkan konten visual dan interaktif.

3. In-house Media Awards (InMA)

Diberikan kepada media internal perusahaan dan institusi yang kreatif dan informatif.

4. Indonesia Student Media Awards (ISMA)

Penghargaan khusus bagi media kampus dan pelajar, mendorong regenerasi jurnalis muda.

5. Indonesia Young Readers Awards (IYRA)

Untuk media yang peduli dan menarik minat pembaca muda

Kelima kategori ini mencerminkan spektrum luas ekosistem media di Indonesia hari ini — dari surat kabar harian nasional, buletin internal, hingga kanal digital mahasiswa.

Sejarah Singkat SPS Awards: Dari Cetak Menuju Digital

SPS Awards bukan barang baru dalam dunia pers Indonesia. Gelaran ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2010, saat SPS Pusat melihat pentingnya memberi pengakuan terhadap kualitas penyajian media cetak yang kala itu masih mendominasi ruang baca publik. Kala itu, penghargaan utamanya dikenal sebagai IPMA (Indonesia Print Media Awards) dan hanya melibatkan media cetak umum.

Namun seiring waktu, gelombang digital mengubah segalanya. Konsumsi media berpindah ke layar ponsel. Cetak mulai menyusut. Namun bukan berarti kualitas harus ikut surut. SPS pun memperluas cakupan penghargaan. Lahir kemudian IDMA (Indonesia Digital Media Awards) pada 2015, lalu disusul kategori lainnya seperti InMA, ISMA, dan IYRA.

Setiap tahun, SPS Awards menjadi arena pembelajaran bagi ratusan media dari berbagai daerah. Para peserta tidak hanya bersaing, tetapi juga mengukur sejauh mana mereka berkembang, menyesuaikan diri, dan tetap bertahan dengan identitas jurnalistik yang kuat. Dari tahun ke tahun, kualitas karya yang masuk kian meningkat, baik dalam aspek desain halaman muka, penggunaan tipografi, pilihan fotografi, hingga kecanggihan narasi interaktif di ruang digital.

Ajang ini telah melahirkan banyak juara, tapi juga mendorong banyak media yang belum menang untuk terus belajar, berbenah, dan berinovasi. Tidak sedikit redaksi yang menjadikan kemenangan di SPS Awards sebagai prestasi tertinggi tahunan mereka, bahkan sebagai bahan presentasi di hadapan pemilik modal atau lembaga mitra.

Ketua Umum SPS: Ini Bukan Sekadar Penghargaan

Dalam sambutannya malam itu, Ketua Umum SPS Januar Yepi Ruswita menekankan bahwa SPS Awards adalah bentuk tanggung jawab moral organisasi pers terhadap kualitas jurnalisme Indonesia.

 “Ini bukan sekadar apresiasi,” kata Yepi dengan suara mantap, “tapi penegasan bahwa media harus tetap menjadi garda terdepan dalam menyajikan informasi publik yang berkualitas. Di tengah disrupsi dan derasnya informasi yang menyesatkan, media profesional punya peran strategis yang tak boleh ditinggalkan.”

Ia menambahkan bahwa penghargaan ini bukan hanya tentang keindahan visual, tapi tentang integritas editorial dan kemampuan media menjawab tantangan zaman dengan tetap menjaga nilai-nilai jurnalistik.

Satu demi satu nama pemenang diumumkan. Riuh tepuk tangan membahana saat wakil dari media lokal maupun nasional naik ke panggung. Ada yang menang karena keberaniannya menampilkan halaman muka yang artistik saat tragedi, ada pula yang menonjol karena infografis inovatif saat Pemilu 2024.

Tampak hadir berbagai perwakilan media kampus, jurnalis muda, hingga redaktur senior yang kini lebih banyak mengajar. SPS Awards mempertemukan generasi, menyambungkan pengalaman dan semangat baru dalam satu panggung.

Bagi SPS, penghargaan ini adalah upaya menjaga api semangat jurnalistik tetap menyala. Menjadi media hari ini tidak mudah. Tapi selama masih ada ruang belajar dan penghargaan atas kualitas, jalan itu masih terbuka.

SPS Awards adalah bukti bahwa di tengah tekanan bisnis dan algoritma, masih ada ruang untuk idealisme. Masih ada apresiasi untuk kualitas. Dan yang terpenting, masih ada keyakinan bahwa pers Indonesia bisa tetap menjadi pilar informasi yang terpercaya — bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan. (*)