Acehreportase.id|Aceh Besar — Idealisme qurban dapat dimaknai sebagai simbol pembebasan manusia dari belenggu materialisme dan egoisme. Dalam kerangka pemikiran etika Islam, pengorbanan yang dilakukan dalam qurban merefleksikan usaha manusia menundukkan hawa nafsu dan mengedepankan nilai-nilai transendental dalam kehidupan.
Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz Dr. H. Hasan Basri Ahmad, MA menyampaikan hal itu dalam khutbah Idul Adha di Masjid Baitul Maghfirah Gampong Payatieng Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar, 10 Dzulhijjah 1446 Hijriah bertepatan dengan 6 Juni 2025.
Ustaz Dr. H. Hasan Basri menyampaikan, qurban yang ideal tidak hanya diukur dari kualitas hewan yang disembelih, tetapi lebih jauh menyangkut kualitas spiritual pelaksanaannya. Qurban ideal adalah qurban yang mampu menginternalisasi nilai-nilai ketulusan, solidaritas, dan ketaatan dalam kehidupan nyata, serta menjadi cermin dari kesadaran religius yang matang.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu nikmat yang banyak, maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan qurban karena sesungguhnya orang yang membencimu itulah yang terputus dari nikmat Allah.” (Q.S. Al-Kautsar: 1-3)
Ia menguraikan lebih lanjut, bahwa qurban merupakan salah satu ritual ibadah dalam Islam yang memiliki kedalaman makna spiritual dan sosial. Praktik penyembelihan hewan qurban yang dilakukan setiap tanggal 10 Dzulhijjah ditambah tiga hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) tidak hanya mencerminkan ketaatan ritualistik, melainkan juga mengandung nilai-nilai teologis dan sosiologis yang kompleks.
“Dalam konteks ini, istilah idealisme qurban dapat dimaknai sebagai pencapaian kesadaran religius tertinggi yang menempatkan nilai pengorbanan, keikhlasan, dan ketundukan kepada Tuhan sebagai prinsip utama,” tegasnya.
Ustaz Dr. H. Hasan Basri menjelaskan, secara historis, perintah qurban berakar dari kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya sebagai bentuk ketaatan mutlak kepada perintah Allah menjadi simbol utama dari makna idealisme qurban.
Dalam Surah Al-Hajj ayat 37, ditegaskan, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” Dengan ayat ini kita pahami, esensi qurban terletak pada ketakwaan dan keikhlasan, bukan pada aspek lahiriah semata.
Ustaz Dr. H. Hasan Basri menambahkan, dari perspektif teologis, qurban merepresentasikan hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya (hablum minallah), sementara dari dimensi sosial, qurban berfungsi sebagai sarana distribusi keadilan dan solidaritas sosial (hablum minannas). “Pembagian daging qurban kepada fakir miskin mengandung prinsip keadilan distributif yang sangat relevan dalam konteks pengentasan kemiskinan,” pungkas PW Muhammadiyah Aceh ini.