Berita  

20 Tahun Dana Otsus Aceh: Tak Sebanding 1 Tahun Anggaran Polri

Anwar Daod, eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang akrab disapa Tengku Rabo,

Acehreportase.id|Banda Aceh – Anwar Daod, eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang akrab disapa Tengku Rabo, menegaskan bahwa dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang telah bergulir selama 20 tahun tidak sebanding dengan satu tahun anggaran kepolisian. Hal tersebut disampaikannya, Kamis, 18 September 2025.

Menurut Anwar, jika dihitung sejak 2008 hingga berakhir pada 2027, total Dana Otsus Aceh sekitar Rp160 triliun. Jumlah itu hampir sama dengan anggaran tahunan Polri pada 2026 yang mencapai Rp145,65 triliun. “Bayangkan, dua dekade Otsus Aceh nilainya tidak lebih dari satu tahun anggaran Polri. Padahal Otsus diberikan sebagai jalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pascakonflik,” ujarnya.

Ia menilai persepsi publik sering keliru dengan menganggap Otsus sebagai dana yang begitu besar. Padahal bila dibandingkan dengan kebutuhan pembangunan dan kerugian panjang akibat konflik, jumlah itu relatif kecil. Karena itu, wajar bila masih banyak persoalan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan di Aceh yang belum bisa teratasi.

Anwar juga menyinggung bahwa Polri bukan hanya mengandalkan APBN, tetapi juga memiliki sumber penerimaan sah lainnya, seperti biaya layanan pengamanan tertentu dan pengurusan surat kendaraan bermotor yang digunakan untuk mendukung kesejahteraan anggotanya. “Kewenangan Polri sangat luas, dan itu jelas diatur untuk mendukung tugas serta kesejahteraan aparat. Sementara Aceh, dengan kewenangan terbatas, sering kesulitan mengelola potensi daerah secara penuh,” katanya.

Lebih lanjut, ia menilai semestinya rakyat Aceh juga diberi kesempatan serupa untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara lebih leluasa. Menurutnya, keberlanjutan damai Aceh bukan hanya ditentukan oleh penghentian konflik, tetapi juga oleh kesediaan pusat memberikan ruang gerak ekonomi yang nyata. “Kalau rakyat Aceh ingin makmur, beri kesempatan dan kewenangan yang jelas supaya mampu hidup sejajar dengan provinsi lain. Jangan semua dibatasi,” tegasnya.

Anwar memberi contoh sederhana. Menurutnya, langkah gubernur Aceh ke luar negeri untuk menjajaki kerja sama seringkali mendapat pantauan ketat, sementara investor yang datang justru berhadapan dengan berlapis izin yang tidak jelas. “Sikit saja gubernur ke luar negeri, sudah dipantau. Investor datang pun kerap dihambat dengan izin-izin yang bertele-tele. Bagaimana Aceh bisa maju kalau ruang gerak sekecil itu pun ditutup?” pungkas Anwar.

Rilis ini ditutup dengan ajakan agar para pemimpin Aceh lebih berani menyuarakan fakta di hadapan pemerintah pusat. Bagi Tengku Rabo, membandingkan Otsus dengan anggaran Polri bukanlah upaya mempertentangkan, melainkan menegaskan bahwa rakyat Aceh butuh keadilan yang nyata. “Kalau anggaran pusat bisa sedemikian besar untuk keamanan, seharusnya kesejahteraan rakyat Aceh juga mendapat perhatian yang setara. Itu inti damai yang sesungguhnya,” tutupnya.(*)